Hukum Mendoakan Keburukan Untuk Orang yang Menzalimi

muslimpos.com Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Dizalimi dan dianiaya, pasti setiap orang tidak suka. Sehingga saat terzalimi ia akan berbuat apa saja agar terhindar dari kezaliman itu. Jika mampu, ia akan menghentikan kezaliman atas dirinya dengan tenaganya atau lisannya. Namun bagaimana jika ia tidak memiliki kemampuan?

Boleh jadi doa menjadi senjata terakhir baginya. Ia menghaturkan kepada penguasa alam semesta (Allah Subhanahu wa Taala) atas kezaliman yang dialaminya dan meminta kebinasaat untuk orang yang terlah berbuat zalim kepadanya. Dan berdasarkan sabda Rasul-Nya, Allah akan mengabulkan doa orang yang terzalimi.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

“Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya: orang puasa sampai ia berbuka, imam yang adil, dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Al-Tirmidzi)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpesan kepada Muad bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman,

وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

“Dan takutlah doa orang terzalimi, karena tidak ada hijab (penghalang) antara ia dengan Allah.” (Muttafaq ‘Alaih)

Status Mendoakan Keburukan Atas Orang Zalim

Pada dasarnya, dibolehkan bagi orang yang dizalimi dan dianiaya untuk membela dirinya salah satu bentuknya adalah dengan mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya.

Allah Ta’ala berfirman,

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Nisa’: 148)

Ibnu Abbas berkata tentang ayat ini: “Allah tidak suka seseorang mendoakan keburukan untuk selainnya, kacuali ia dalam keadaan dizalimi. Allah memberikan keringanan baginya untuk mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya.dan itu ditunjukkan oleh firman-Nya, “Kecuali oleh orang yang dianiaya.” (namun), jika bersabar maka itu lebih baik baginya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir terhadap ayat di atas)

Firman Allah yang lain,

وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ

“Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka.” (QS. Al-Syuura: 41)

. . . dibolehkan bagi orang yang dizalimi dan dianiaya untuk membela dirinya salah satu bentuknya adalah dengan mendoakan keburukan atas orang yang menzaliminya. . .

Namun, apakah ini yang terbaik baginya? Tidak. Jika ia membalas kepada orang yang menzaliminya dengan doa keburukan, maka ia tidak mendapat apa-apa karena ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan (kepuasan).

Berbeda jika doanya dengan niatan agar orang-orang tidak lagi menderita akibat kejahatannya, maka ia mendapat pahala dengannya. Terlebih jika niatnya untuk menghilangkan kezaliman, menegakkan syariat Allah dan hukum-Nya, maka pahala yang didapatkannya lebih banyak.

Namun, jika ia bersabar, memaafkan, dan membalas keburukan dengan kebaikan maka ia mendapat pahala yang besar di sisi Allah Subhanahu wa Taala,

فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

“Maka Barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Al-Syuura: 40)

Maksudnya: Allah tidak akan menyia-nyiakan sikapnya itu di sisi-Nya. Tetapi Allah akan memberikan pahala yang besar dan balasan baik yang setimpal. Disebutkan dalam hadits shahih, “Tidaklah Allah menambah kepada hamba melalui maaf yang ia berikan kecuali kemuliaan.” (HR. Muslim)

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifatsifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Fushshilat: 34-35)

Maksud “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik,” adalah: apabila ada orang yang berbuat buruk kepadamu baik dengan perkataan atau perbuatan, maka balaslah dengan kebaikan. Jika ia memutus hubungan denganmu, maka sambunglah. Jika ia menzalimimu maka maafkan ia. Jika membicarakan keburukanmu –baik di depan atau di belakangmu- maka jangan engkau balas, tapi maafkan ia dan bebicara kepadanya dengan lemah lembut. Jika ia mengucilkanmu dan tidak mau berbicara denganmu, maka berbicaralah yang baik dan mulailah berilah salam kepadanya.

Tidaklah taufiq Allah ini diberikan kecuali kepada orang-orang yang sabar atas keburukan yang ia dapatkan dan menyikapinya dengan sesuatu yang Allah cinta. Karena sifat dasar manusia –inginnya membalas keburukan dengan keburukan agar terpuasaan. Ia tidak mau memberikan maaf. Tapi sifat dalam ayat ini sangat istimewa, bukan hanya maaf yang ia berikan, tapi membalas keburukan dengan memberikan kebajikan. Ia sadar bahwa membalas keburukan dengan keburukan tidaklah mendatangkan kebaikan untuk dirinya, khususnya di akhirat. Sementara jika ia berbuat baik kepadanya, kebaikannya itu akan tetap dicatat kebaikan.

Bersikap seperti di atas tidaklah akan merendahkan martabatnya, tetapi sebaliknya, Allah akan meninggikannya dengan akhlak mulia tersebut. Allah akan meninggikan derajatnya di dunia dan akhirat karena mulianya akhlak yang ia tampilkan. Wallahu Ta’ala A’lam.

[Oleh: Badrul Tamam/voa-islam.com]

Leave a Comment