Pengembalian Kerugian Negara Pada Kasus Sumber Waras Tidak Otomatis Menghapus Pidana

Pengembalian Kerugian Negara Pada Kasus Sumber Waras Tidak Otomatis Menghapus Pidana Keluarnya pernyataan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang berencana mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar dalam kasus pembelian lahan RS Sumber Waras tidak boleh berhenti pada pengembalian kerugian saja. Namun harus berlanjut terus berlanjut pada penyelidikan tindakan korupsinya mengingat telah terjadi kerugian negara yang tidak sedikit jumlahnya.

Menurut Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, penyelidikan tersebut wajib dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berdasar UU 31/1999 pasal 2 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam pasal tersebut disebutkan, setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun.

Sedangkan pada pasal 4 UU tersebut ditegaskan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimakaud pada pasal 2 dan pasal 3.

“Jadi dugaan tindak pidana korupsi itu akan menjadi nyata, dan besar kemungkinan Ahok diproses lanjut karena kasusnya dapat diusut kembali. Ini bukan kerugian kecil, ini ratusan miliar kerugiannya. Di sini bukan masalah mengembalikan atau tidak, tapi harus diunkap dugaan tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara, dimana saat itu Ahok menjabat Plt gubernur dan mendisposisikan langsung pembelian langsung lahan RSSW,” papar Sugiyanto, dikutip Rmol Selasa (25/7/2017).

Pengembalian Kerugian Negara Pada Kasus Sumber Waras Tidak Otomatis Menghapus Pidana

Pemprov DKI rencananya akan melanjutkan pembangunan RS Sumber Waras. Mekanisme pembiayaan untuk pembangunan rumah sakit khusus kanker itu sudah disiapkan.

“Sudah ada mekanisme penganggarannya dan diusulkan melalui perjanjian PKBU bersama badan usaha milik pemerintah dan tanpa didanai APBD. Itu sudah kita rapatkan dua kali. Semuanya sudah disusun, tinggal desainnya seperti apa,” kata Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat di Balaikota, Jakarta, Jumat (21/7).

BPK RI sebelumnya mengizinkan DKI melanjutkan pembangunan di lahan tersebut. Hanya saja Pemprov tetap harus mengganti rugi kepada negara terkait pembelian lahan. Terkait hal ini, Djarot sudah setuju untuk membayar ganti rugi.

“Kami akan kirim surat kepada yayasan (Sumber Waras). Itu juga untuk memberikan jawaban, klarifikasi. Kalau betul merugikan negara ya harus dikembalikan prinsipnya,” ungkap Djarot.

Fakta Yang Terkuak Nyata ada kerugian negara

Kasus lahan RS Sumber Waras menyeret nama Basuki Tjahaja Purnama aliuas Ahok setelah dirinya dilaporkan ke KPK atas kasus jual beli tanah rumah sakit itu. Dari laporan hasil audit BPK terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2014, penentuan harga beli tanah oleh pemerintah daerah tak melalui mekanisme penilaian yang wajar.

BPK menilai pembelian lahan untuk pembangunan rumah sakit pemerintah seluas 3,7 hektare itu dapat merugikan pemerintah daerah. BPK menemukan perbedaan harga NJOP pada lahan di sekitar RS Sumber Waras yakni di Jalan Tomang Utara dengan lahan rumah sakit itu sendiri di Jalan Kyai Tapa.

Dalam laporannya, BPK meminta Ahok untuk membatalkan pembelian. Ahok juga direkomendasikan meminta pertanggungjawaban Yayasan Kesehatan Sumber Waras agar menyerahkan lokasi fisik tanah di Jalan Kyai Tapa.

Lokasi itu sesuai yang ditawarkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan bukan lokasi di Jalan Tomang Utara. Selain itu, BPK juga merekomendasikan Ahok menagih tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan YKSW selama 10 tahun sejak 1994 hingga 2014 senilai lebih dari Rp3 miliar.

Tak mengindahkan rekomendasi tersebut, Ahok justru ngotot membeli lahan pembangunan Sumber Waras.

sumber : arrahmah.com

Leave a Comment